Mengapa Situs Berita di Indonesia Terasa Melelahkan untuk Dibaca?

Mengapa Situs Berita di Indonesia Terasa Melelahkan untuk Dibaca?
Photo by Sophie Dale / Unsplash

Saya sering mengamati bahwa banyak situs berita di Indonesia terasa tidak nyaman dibaca, terutama di perangkat smartphone. Salah satu alasan utamanya adalah iklan yang berlebihan. Coba bayangkan, ketika kita ingin membaca satu berita, hampir 80% dari layar malah dipenuhi oleh iklan, mulai dari banner besar, pop-up, sampai video yang otomatis diputar. Ini mengganggu, dan akhirnya merusak pengalaman membaca. Bahkan hendak scroll ke bawah pun tidak nyaman.

Situs berita luar negeri pun memang ada iklannya, tapi saya jarang menemukan yang sampai separah ini. Rasanya situs berita di luar negeri lebih fokus pada kenyamanan pembaca dibandingkan sekadar menjejalkan iklan. Apakah ini karena mereka lebih mengutamakan user experience atau karena cara mereka mendapatkan pendapatan berbeda? Bisa jadi karena di luar sana model bisnisnya sudah bergeser ke arah langganan premium atau konten berbayar, jadi mereka tidak terlalu tergantung pada iklan. Sedangkan di Indonesia, iklan sepertinya masih menjadi andalan utama untuk menghasilkan pendapatan.

Selain iklan, ada satu hal lagi yang menurut saya aneh dan jarang saya temukan di situs berita luar: membagi artikel menjadi beberapa halaman. Ini jelas taktik untuk meningkatkan pageview. Saya bisa mengerti alasan bisnis di balik ini—dengan semakin banyak halaman yang diklik, semakin banyak tayangan iklan yang bisa dihasilkan. Tapi, bagi pembaca, ini sangat tidak efisien. Ketika sebuah artikel bisa dibaca dalam satu halaman, kenapa harus dibuat menjadi dua, tiga, atau bahkan lebih?

Saya merasa bahwa banyak situs berita di Indonesia terlalu berfokus pada jumlah klik dan tayangan halaman daripada memberikan pengalaman yang lebih baik bagi pembaca. Model bisnis berbasis iklan dan pageview seperti ini memaksa media untuk menggunakan berbagai cara agar orang terus mengklik, termasuk memecah artikel dan membanjiri dengan iklan. Di beberapa negara, situs berita sudah mulai beralih ke model berlangganan atau menggunakan paywall. Dengan cara ini, mereka bisa lebih fokus pada kualitas konten tanpa harus menjejalkan iklan di setiap sudut layar.

Meski begitu, tidak semua media di Indonesia seperti ini. Saya melihat ada beberapa yang mulai memprioritaskan kenyamanan pengguna, dengan iklan yang tidak terlalu mengganggu atau artikel yang disajikan utuh. Sayangnya, ini masih minoritas, dan kebanyakan situs masih mengejar angka pageview dengan berbagai cara.

Sebagai pembaca, saya merasa kita juga perlu lebih cermat. Salah satu solusi yang sering dipakai orang adalah adblock, tapi saya rasa itu bukan solusi jangka panjang yang sehat, baik untuk pembaca maupun media itu sendiri. Mungkin salah satu cara terbaik adalah mendukung model konten berbayar atau berlangganan di media yang memang menawarkan pengalaman lebih baik dan bebas dari iklan yang mengganggu.

Jadi, menurut saya, masalah ini bukan hanya soal iklan atau jumlah halaman, tapi soal bagaimana situs berita di Indonesia masih mengandalkan model bisnis berbasis iklan yang memaksa mereka mengejar pageview. Harapan saya, ke depan, situs berita di Indonesia akan mulai lebih memikirkan kualitas pengalaman membaca dan memberikan lebih banyak pilihan kepada pembaca untuk menikmati berita tanpa harus terganggu dengan taktik yang melelahkan seperti ini.

Dukung Kami